Selasa, 16 Juni 2009
Senin, 23 Februari 2009
Reward dan Punishment
MEMUJI ATAU MENGHUKUM,
MANA YANG LEBIH EFEKTIF DALAM MENDIDIK ANAK?
MANA YANG LEBIH EFEKTIF DALAM MENDIDIK ANAK?
Makalah ini disampaikan pada seminar nasional dengan tema: "Pendidikan Tanpa Kekerasan" yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Agama Islam UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta pada tanggal 21 Februari 2009.
A. Pengantar
Pada tahun 1982, Jack Canfield (salah seorang penulis chicken soup for the soul) pernah melakukan observasi kehidupan seorang anak sejak mulai bangun tidur sampai tidur kembali. Hasil observasinya menyatakan bahwa rata-rata dalam sehari anak menerima 460 komentar negatif dan hanya 75 komentar positif. Bayangkan, apa yang akan terjadi jika seandainya keadaan ini berlangsung terus menerus dalam kehidupan seorang anak?
Dalam praktik pendidikan, pernah dilakukan eksperimen yang bertujuan membandingkan antara reward dan punishment dalam meningkatkan prestasi belajar. Eksperimen ini dimulai dengan menentukan tiga kelompok yang akan diberi perlakuan pembelajaran dengan metode berupa dibiarkan, diberi reward, dan diberi punishment. Pada awal pembelajaran seluruh subjek mempunyai prestasi belajar yang relatif sama. Setelah diberi perlakuan pada satu semester ternyata kelompok yang diberi punishment mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding kelompok yang diberi reward, apalagi dengan kelompok yang dibiarkan.
Hasil penelitian diatas, ternyata membuat penelitinya menjadi heran karena hipotesis yang diajukan tidak sesuai dengan data empirik. Akhirnya, untuk memahami lebih lanjut tentang keadaan ini, maka penelitian dilanjutkan pada semester berikutnya. Hasil yang ditemukan ternyata kelompok yang diberi perlakuan punishment memperoleh prestasi belajar yang jauh lebih rendah dibanding dua kelompok lainnya dan kelompok yang diberi reward memperoleh skor yang paling tinggi. Pertanyaannya, mengapa reward lebih efektif dalam meningkatkan prestasi dibanding punishment?
Burhus Frederick Skiner (seorang ahli psikologi) pernah melakukan eksperimen pada tikus putih yang ada dalam kotak. Tujuan dari eksperimennya adalah untuk menguji tentang perilaku kondisioning. Hasil eksperimennya membuktikan bahwa dalam membentuk suatu perilaku bisa menggunakan reward (reinforcement positif). Dan juga bisa menggunakan punishment (reinforcment negatif). Skinner beranggapan bahwa hukuman dalam jangka waktu panjang tidak akan mempunyai pengaruh, justru banyak segi negatifnya dibandingkan segi positif. Karena itu, untuk membentuk suatu perilaku yang diharapkan, ia menyarankan agar lebih banyak menggunakan reward dibanding punishment.
Islam sebagai agama yang mengajarkan kebaikan dan kemaslahatan pada umat manusia, menyarankan penggunaan kedua metode tersebut sebagai alternatif dalam mendidik anak. Al-Quran dan Hadits sebegai sumber ajaran islam menggunakan beberapa istilah yang berkaitan dengan reward (ganjaran) dan punishment (pahala). Kata yang berkaitan dengan reward misalnya targhib dan tsawab, sedangkan kata yang berkaitan dengan punishment misalnya dikenal kata tarhib, hudud dan ‘iqob.
B. Pembahasan
Dalam bahasa Arab, reward (ganjaran) diistilahkan dengan tsawab. Kata ini banyak ditemukan dalam Al-Quran, khususnya ketika membicarakan tentang apa yang akan diterima oleh seseorang, baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya. Kata tsawab selalu diterjemahkan kepada balasan yang baik. Sebagaimana salah satu diantaranya dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Ali Imran: 145, 148, an-Nisa: 134. Dari ketiga ayat di atas, kata tsawab identik dengan ganjaran yang baik. Seiring dengan hal ini, makna yang dimaksud dengan kata tsawab dalam kaitannya dengan pendidikan Islam adalah pemberian ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik. Dalam pembahasannya yang lebih luas, pengertian istilah reward dapat diartikan sebagai 1) alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid; dan sebagai hadiah terhadap perilaku yang baik dari anak dalam proses pendidikan.
Punishment (hukuman) dalam bahasa Arab diistilahkan dengan ‘iqab. Al-Qur’an memakai kata ‘iqab sebanyak 20 kali dalam 11 surat. Bila memperhatikan masing-masing ayat tersebut terlihat bahwa kata ‘iqab mayoritasnya didahului oleh kata syadiid (yang paling, amat, dan sangat), dan kesemuanya menunjukkan arti keburukan dan azab yang menyedihkan, seperti firman Allah dalam surat Ali Imran: 11 dan al-Anfal: 13. Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa kata ‘iqab ditujukan kepada balasan dosa sebagai akibat dari perbuatan jahat manusia. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, ‘iqab diartikan sebagai 1) alat pendidikan preventif dan refresif yang paling tidak menyenangkan; dan 2) balasan dari perbuatan yang tidak baik yang dilakukan anak.
Selain kata tsawab dan ‘iqob, Al-Quran juga menggunakan kata targhib dan tarhib. Perbedaannya, kalau tsawab dan ‘iqob lebih berkonotasi pada bentuk aktivitas dalam memberikan ganjaran dan hukuman seperti memuji dan memukul, sedangkan kata targhib dan tarhib lebih berhubungan dengan janji atau harapan untuk mendapatkan kesenangan jika melakukan suatu kebajikan atau ancaman untuk mendapatkan siksaan kalau melakukan perbuatan tercela.
Selain berupa konseptual, ajaran islam juga telah memberikan penjelasan tentang teknik penerpan reward dan punishment dalam upaya pembentukan perilaku. Berbagai teknik penggunaan reward yang diajarkan islam diantaranya adalah:
- Dengan ungkapan kata. Penggunaan teknik ini dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika memuji cucunya, al-Hasan dan al-Husein yang menunggangi punggungnya seraya beliau berkata, “Sebaik-baik unta adalah unta kalian, dan sebaik-baik penunggang adalah kalian.” Oleh karenanya guru diharapkan mengikuti makna-makna dalam rangka memberi ganjaran atau pujian yang akan bermanfaat dan lebih menarik perhatian. Ganjaran-ganjaran yang diberikan dengan mudah terhadap suatu perbuatan akan menghilangkan akibat-akibat yang tidak baik.
- Dengan memberikan suatu materi. Cara ini selain untuk menunjukkan perasaan cinta, tetapi juga dapat menarik cinta dari si anak, terutama apabila hal itu tidak diduga. Rasulullah telah mengajarkan hal tersebut dengan mengatakan, “Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian saling mencintai.” Setiap orang tua hendaknya mengetahui apa yang disukai dan diharapkan oleh anaknya, sehingga hadiah yang diberikan dapat berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan keadaan anaknya. Pada praktik pendidikan, cara ini dapat diberikan kepada anak didik dengan syarat benda yang diberikan terdapat relevansi dengan kebutuhan pendidikan.
- Dengan memberikan senyuman atau tepukan. Senyuman merupakan sedekah sebagaimana dikatakan oleh Rosulullah: “Senyumanmu terhadap saudaramu adalah sedekah.” Senyuman sama sekali bukan suatu beban vang memberatkannya, tetapi ia mempunyai pengaruh yang sangat kuat, Ketika berbicara dengan anak-anak maupun dengan murid-murid hendaknya seorang ayah atau seorang guru mcmbagi pandangannya secara merata kepada mereka semua, sehingga mereka mendengarkannya dengan perasaan cinta dan kasih sayang serta tidak membenci pembicaraannya. Demikian juga dengan tepukan tangan, misalnya seorang guru menepuk-nepuk pundak siswanya ketika siswa tersebut mampu mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik.
Ada beberapa peristiwa yang dilakukan Rosululloh ketika memberikan pujian kepada para sahabatnya, diantaranya pujian kepada Mua’adz ketika ia bertanya tentang perbuatan apa yang bisa memasukannya kedalam syurga. Kala itu Rosululloh menjawab dengan jawaban: Bakhin, bakhin (bagus, bagus) sungguh pertanyaan yang agung. Setelah itu Rosululloh menjawab pertanyaannya. Peristiwa yang hampir sama terjadi ketika Rosululloh menjawab pertanyaan Abu Hurairoh tentang orang yang paling beruntung ketika mendapat syafaat Rosul di hari akhir nanti. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut Rosululloh mengatakan: Sudah saya duga, tidak aka nada orang yang bertanya tentang masalah ini selain dirimu.
Selanjutnya, pelaksanaan hukuman sebagai salah satu metode pendidikan boleh dilakukan sebagai jalan terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan anak dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Pemberian hukuman harus dimulai dari tindakan sebelumnya yang dimulai dari teguran langsung, melalui sindiran, melalui celaan, dan melalui pukulan. Oleh karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman yaitu: 1) Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, dan kasih sayang. 2) Harus didasarkan pada alasan keharusan. 3) Harus menimbulkan kesan di hati anak. 4) Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik. 5) Harus diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan. Terdapat beberapa cara yang telah digunakan Rasulullah dalam menjalankan hukuman pada anak, diantaranya:
- Melalui teguran langsung. Umar bin Abi Salmah r.a. berkata, “Dulu aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah. ketika makan, biasanya aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. Melihat itu beliau berkata, 'Hai ghulam, bacalah basmallah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu.”
- Melalui Pukulan. Ajaran Islam membolehkan pada pendidik atau orang tua untuk memberikan pukulan sebagai salah satu bentuk punishment dalam praktik pendidikan. Namun demikian, terdapat beberapa aturan yang mampu melindungi anak dari efek negitif yang mungkin di timbulkan. Diantara persyaratan yang membolehkan penggunaan pukulan diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Jangan terlalu cepat memukul anak, jika kesalahan itu baru pertama kali dilakukan, anak harus diberi kesempatan untuk bertaubat dari perbuatannya; 2) Seorang pendidik tidak boleh memukul kecuali jika seluruh sarana peringatan dan ancaman tidak mempan lagi dan tidak boleh memukul dalam keadaan sangat marah karena dikhawatirkan membahayakan diri anak. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah yang menyatakan, Jangan marah!; 3) Pukulan tidak boleh dilakukan pada tempat-tempat yang berbahaya, seperti kepala, dada, perut, atau muka. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah, Jika salah seorang dari kamu memukul, maka jauhilah muka. Pukulan tidak terlalu keras dan tidak menyakitkan. Sasarannya adalah kedua tangan atau kedua kaki dengan alat pukul yang lunak (tidak keras). Selain itu, hendaklah pukulan-pukulan itu dimulai dari hitungan satu sampai tiga jika si anak belum baligh. Tetapi, jika sudah menginjak masa remaja, sementara sang pendidik melihat bahwa pukulannya tadi tidak membuat jera si anak, dia boleh menambahnya lagi sampai hitungan kesepuluh. Hal itu mengacu pada sabda Rasulullah, Tidak mendera di atas sepuluh deraan kecuali dalam hukuman pelanggaran maksiat (hudud); 4) Hukuman harus dilakukan oleh sang pendidik sendiri, tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, agar terhindar dari kedengkian dan perselisihan. Seorang pendidik harus dapat menepati waktu yang sudah ditetapkan untuk mulai memukul, yaitu langsung kctika anak melakukan kesalahan. Tidak dibenarkan, apabila seorang pendidik memukul orang bersalah setelah berselang dua hari dari perbuatan salahnya. Keterlambatan pemukulan sampai hari kedua ini hampir tidak ada gunanya sama sekali; dan 5) Jika sang pendidik melihat bahwa dengan cara memukul masih belum membuahkan hasil yang diinginkan, dia lidak boleh meneruskannya dan harus mencari jalan pemecahan yang lain.
Sebagai sebuah metode dalam pendidikan, reward mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah bisa menjadi motivasi untuk melakukan perbuatan yang sama atau bahkan perbuatan yang lebih baik lagi, karena di dalam reward ada arah (tujuan) yang dapat dijadikan pola perilaku berikutnya. Kelemahannya, jika metode ini diberikan secara berlebihan dan kurang tepat, maka anak akan timbul sikap sombong karena menganggap dirinya selalu hebat. Akibat negatif yang mungkin timbul, telah dijelaskan Rosululloh ketika beliau mendengar seorang laki-laki memberi hadiah kepada laki-laki lain, dan hadiahnya itu berlebih-lebihan. Lalu Rosululloh bersabda: “Engkau telah berbuat kerusakan di belakang manusia.”
Selain reward, punishmentpun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah bisa menjadi sarana untuk perbaikan perilaku sehingga anak tidak terjerumus pada perilaku yang lebih tercela, selain itu seorang anak akan merasakan akibat dari perbuatannya yang pada akhirnya anak akan mampu menghormati dirinya sendiri. Kelemahan metode ini dapat menimbulkan perasaan takut, tidak percaya diri, dan mengurangi keberanian untuk berbuat.
Reward dan punishment adalah dua jenis metode yang bisa digunakan dalam praktik pendidikan baik dalam lingkup keluarga maupun sekolah. Penggunaan kedua metode tersebut harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam ajaran Islam. Penggunaan reward lebih efektif dibanding punishment, karena itu punishment boleh digunakan ketika alternatif lain sudah tidak mampu memecahkan persoalan yang dihadapi anak.
Wallohu ‘alam bishowab.
Langganan:
Postingan (Atom)