My Family

Selasa, 18 November 2008

Pembelajaran Kooperatif & Kompetitif

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KOMPETITIF
DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS

Oleh:
Rahmat Aziz, M.Si

dipublikasikan pada jurnal:
MADRASAH, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar,
Vol 1, No 1, Juli-Desember 2008


Abstrak
Both cooperative and competitive methods are influence the student creativity. However, base on the research study the cooperative methods understood is more effective than competitive methods in developing creativity student. Therefore, using both methods should be tried in learning process in classes.


Urgensi pengembangan kreativitas
Kreativitas merupakan aspek yang sangat penting dan berharga dalam setiap usaha manusia, sebab melalui kreativitas akan dapat ditemukan dan dihasilkan berbagai teori, pendekatan, dan cara baru yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Tanpa adanya kreativitas, kehidupan akan lebih merupakan suatu yang bersifat pengulangan terhadap pola-pola yang sama (Sternberg, 1992;. Menurut Juan Huarte (dalam Wahab, 2006) kreativitas merupakan jenis kecendikiaan tertinggi pada umat manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.

Kreativitas dapat dipahami dengan pendekatan process, product, person, dan press (Rhodes, 1961). Namun pengukuran yang banyak dilakukan para ahli hanya dilakukan pada ketiga aspek saja yaitu aspek process, product dan person (Eysenk, 1993; Simonton, 2003; Michael, 2001; Salsedo, 2006) sedangkan aspek press diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pada pengembangan kreativitas anak (Vidal, 2005), baik di lingkungan masyarakat (Chuang, 2007), lingkungan keluarga (Chan, 2005), maupun lingkungan sekolah (King, 2007). Sekolah merupakan aspek yang sangat strategis dalam mengembangkan kreativitas siswa (Munandar, 1999).

Pengembangan kreativitas biasa dilakukan dengan dua cara yaitu 1) memberikan pelatihan yang berhubungan dengan kreativitas kemudian mengukur secara langsung perubahan yang terjadi akibat perlakuan tersebut seperti dilakukan oleh Gendrof (1996), 2) memadukan suatu perlakuan dalam pelajaran tertentu kemudian mengukur tingkat kreativitasnya sebagai dampak pengiring (nurturant effect) dari suatu proses pembelajaran, cara ini telah dilakukan oleh banyak peneliti antara lain Teo & Tan, (2005).

Kenyataan yang ada pada saat ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia lebih berorientasi pada hasil yang bersifat pengulangan, penghapalan, dan pencarian satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Proses-proses pemikiran tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif jarang sekali dilatihkan (Joni, 1992). Demikian juga dengan kemampuan menulis siswa. Hasil temuan Wati (2005) menyatakan bahwa tingkat kemampuan menulis siswa berada pada kategori rendah, salah satu faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah proses pembelajaran di kelas yang kurang variatif.

Saat ini kebutuhan akan pengembangan kreativitas dirasakan sudah sangat mendesak karena kreativitas sangat penting baik untuk pribadi maupun sosial. Sehubungan dengan itu peranan orangtua, guru, dan masyarakat sangat menentukan bagi keberhasilan pembinaan dan pengembangan kreativitas siswa, karena kreativitas merupakan suatu potensi yang akan berkembang bila siswa berada dalam lingkungan yang kondusif (Sternberg & Lubart, 1995).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan kreativitas menjadi suatu keniscayaan untuk segera dilakukan dan pada konteks inilah pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam pengembangan kreativitas siswa. Tujuan pendidikan menurut Munandar (1999) adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal sesuai dengan kebutuhan pribadi dan masyarakat sekitarnya, karena itu pendidikan bertanggung jawab untuk memandu dan mengembangkan potensi kreatif yang dimiliki siswa.

Model Kooperatif dan Kompetitif sebagai Alternatif
Teori tentang kooperatif dan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Morton Deutsch pada tahun 1949 dalam bukunya “Theory of cooperative and competitive”. Teori ini digunakan untuk menjelaskan cara menangani masalah yang berhubungan dengan konflik sosial, kemudian pada pertengahan tahun 80-an teori tersebut dikembangkan oleh David Johnson dan kawan-kawan ketika menjelaskan masalah pembelajaran di kelas, yang kemudian terkenal dengan konsep cooperative learning.

Menurut Deutsch dan Coleman (2000) teori tentang kooperatif dan kompetitif mempunyai dua gagasan pokok yang berhubungan dengan jenis saling ketergantungan dalam aspek tujuan dan jenis tindakan yang dilakukan seseorang. Dalam praktek pembelajaran di kelas, David Johnson dan Roger Johnson adalah dua orang saudara yang mengelaborasi teori tentang kooperatif dan kompetitif, dalam menjelaskan teorinya Johnson & Johnson (1994) mengelaborasi menjadi tiga jenis metode yaitu kooperatif yang dicirikan dengan adanya tujuan dan saling ketergantungan, kompetitif adanya tujuan tapi tidak ada ketergantungan, dan individualistik yang dicirikan dengan tidak adanya tujuan dan tidak ada saling ketergantungan antar individu.

Situasi yang kompetitif dicirikan dengan adanya sikap negatif dalam hal ketergantungan, dimana ketika seseorang menang, maka yang lain berarti kalah. Dalam situasi belajar, siswa akan mandiri dan bekerja sendiri dalam mencapai kesuksesan, sehingga kesuksesan dan kegagalan seseorang tidak akan berpengaruh terhadap kelompoknya. Sebaliknya dalam situasi yang kooperatif, interaksi dicirikan dengan adanya saling ketergantungan antar individu. Dalam situasi belajar di kelas, skor yang di peroleh seorang individu akan mempengaruhi skor terhadap kelompoknya, sehingga seorang individu akan bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan kelompok.

Selanjutnya, dalam menjelaskan pembelajaran kooperatif Johnson & Johnson (1992) menyebutkan adanya lima ciri pokok yaitu: 1) adanya saling ketergantungan positif, 2) adanya interaksi tatap muka, 3) adanya akuntabilitas individual, 4) adanya ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi, 5) adanya evaluasi proses kelompok. Dalam praktek pengajaran di kelas, metode kooperatif terdiri dari beberapa teknik. Dalam penelitian ini istilah kooperatif dimaksudkan sebagai suatu metode yang mengandung unsur-unsur kerjasama, saling berbagi, dan sikap empati antar anggota kelompok.

Selanjutnya menurut Johnson & Johnson (1994) ada beberapa anggapan yang tidak selamanya benar, yang biasa dijadikan alasan digunakannya metode kompetitif dalam praktek pembelajaran, diantara anggapan tersebut adalah: 1) Masyarakat kita penuh dengan suasana kompetitif, karena itu siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi keadaan ini; 2) Prestasi, sukses, penampilan yang terhormat, ambisi, menjadi pemimpin yang hebat, dan lain sebagainya semuanya berhubungan dengan kompetisi dengan yang lain; 3) Kompetisi membangun karakter dan memperkuat para siswa untuk hidup dalam dunia nyata; 4) Para siswa lebih berhubungan dengan situasi kompetitif; dan 5) Kompetisi mampu membangun percaya diri dan harga diri.

Demikian pula dengan metode kompetitif, ada beberapa anggapan yang biasa dijadikan alasan digunakannya metode kooperatif dalam praktek pembelajaran, diantaranya adalah: 1) Pada pembelajaran kooperatif semua siswa harus kerjasama dan dilarang bekerja secara sendiri-sendiri; 2) Kooperatif akan memperbudak siswa berbakat, sedangkan siswa yang bodoh akan menikmatinya; 3) Siswa yang tidak memberikan kontribusi terhadap kelompok akan diberi hukuman; 4) Kooperatif akan memunculkan adanya banyak siswa yang tidak mau bekerja tapi mereka tetap mendapat manfaat dari kerja kelompoknya; 5) Kooperatif akan menjadikan siswa mempelajari sesuatu yang dianggap mudah saja sementara yang sulit akan ditinggalkan; dan 6) Kooperatif akan menghilangkan identitas pribadi karena kekuatan kelompok akan menjadi penghalang untuk berkembang.

Perbedaan Kooperatif dan Kompetitif
Penelitian tentang kooperatif dan kompetitif telah banyak dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Morrow (1995) menemukan adanya perbedaan antara metode kooperatif dan kompetitif dalam meningkatkan agresivitas, perintah yang bernuansa kompetitif lebih meningkatkan agresivitas pada anak. Lanzetta & English (1991) menemukan bahwa metode kompetitif dan kooperatif mampu menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada subjek penelitian.

Penelitian tentang metode kooperatif dalam bidang bahasa dilakukan oleh Steven, Slavin, & Farnish (1991) yang menemukan bahwa metode kooperatif sangat efektif dalam menemukan gagasan pokok dalam suatu paragraf. Supratman (2001), menemukan bahwa metode kooperatif mampu meningkatkan motivasi belajar pada bidang studi geografi. Hal ini disebabkan karena dalam suasana kooperatif terjadi saling pemberian motivasi diantara anggota kelompok siswa.

Penelitian yang membandingkan antara metode kooperatif dan kompetitif telah dilakukan diantaranya adalah penelitian Tjosvold, Leung, & Johnson (2000), menemukan bahwa orang-orang Cina yang dikategorikan berbudaya kolektivistik dalam menghadapi konflik cenderung menggunakan pendekatan kooperatif dibanding kompetitif. Penelitian Glazer (1986) menemukan bahwa metode kooperatif lebih mampu meningkatkan motivasi pada anak-anak, hal ini disebabkan karena adanya saling memberi dukungan sesama teman. Penelitian Featherstone (1986) menemukan bahwa metode kooperatif mampu meningkatkan prestasi dalam setiap level akademik, hal ini bisa dijelaskan karena siswa yang berprestasi rendah dapat memberi kontribusi terhadap kelompoknya dan ia mempunya pengalaman untuk sukses. Selain itu Slavin (1997) menyebutkan metode kooperatif juga mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar siswa yang berbeda latar belakang, baik dari aspek jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi.

Penelitian yang menghubungkan antara metode kooperatif dan kompetitif dengan kreativitas telah dilakukan oleh Torrence (1974) yang menemukan bahwa lingkungan negatif dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan ekspresi berfikir kreatif. Selanjutnya ia menyatakan bahwa lingkungan yang didalamnya terdapat pengajaran terhadap cara berfikir, penghargaan dan kompetisi dapat meningkatkan berfikir kreatif.

Penelitian Ward (1969) menemukan bahwa terdapat pengaruh konteks fisik (lingkungan) terhadap kecepatan seseorang untuk menghasilkan suatu gagasan. Kecepatan menghasilkan gagasan adalah salah satu dari indikator tingginya kreativitas seseorang. Penelitian sejenis dilakukan oleh Amabile & Gitomer (1984), yang menyatakan bahwa kreativitas dipengaruhi oleh kondisi ketika seorang anak mempunyai kesempatan untuk memilih. Penelitian Simonton (1975) menyatakan bahwa situasi kompetitif mempunyai pengaruh negatif terhadap performance kreativitas. Pendapat ini berbeda dengan Sternberg (1995) yang menyatakan bahwa lingkungan yang kooperatif dan kompetitif dapat meningkatkan kreativitas.

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Okebukola (1995), ia menemukan bahwa tidak ada perbedaan performance pada siswa yang dikondisikan dengan kooperatif dan kompetitif. Satu temuan yang menarik ternyata siswa yang dikondisikan dalam situasi kooperatif sekaligus kompetitif mempunyai performance yang lebih baik dibanding dengan siswa yang hanya dikondisikan dalam situasi kooperatif atau kompetitif saja.

Hasil serupa ditemukan dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh Tauer & Harackiewicz (2004) menemukan bahwa tidak adanya perbedaan pengaruh antara metode kooperatif dan kompetitif dalam hal peningkatan motivasi intrinsik dan performance. Ditemukan perbedaan ketika subjek dikondisikan dalam situasi yang kooperatif sekaligus kompetitif. Menurut mereka hal ini membuktikan bahwa baik metode kooperatif maupun kompetitif mempunyai aspek positif dalam meningkatkan suatu performance.

Pendapat berbeda dikemukakan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Johnson, Johnson, Holubee (1998) yang menemukan bahwa setidaknya ada tiga keuntungan besar dari pelaksanaan metode kooperatif, yaitu:

  1. Adanya usaha yang lebih kuat dalam mencapai prestasi, hal ini dicirikan dengan adanya kemampuan berupa pencapaian prestasi belajar yang baik, kemampuan untuk mengingat lebih baik, adanya motivasi intrinsik, dan sebagainya.
  2. Adanya hubungan yang lebih positif antar siswa, hal ini dicirikan dengan adanya sikap saling menjaga dan komitmen terhadap hubungan, saling mendukung secara sosial dan akademik, pengakuan terhadap keberagaman, dan sebagainya.
  3. Adanya kondisi psikologis yang lebih sehat, yang dicirikan dengan adanya kemampuan untuk penyesuaian diri secara umum, pengembangan kekuatan ego, pengembangan sosial, dan sebagainya.
Perbedaan kooperatif dan kompetitif dalam konteks kreativitas telah dikemukakan oleh Munandar (1999) yang mengutip proses eksperimen yang membandingkan sekelompok siswa dalam membuat suatu kolase. Pada kelompok kooperatif, siswa disuruh membuat kolase tanpa diberitahu sebelumnya ada pemberian hadiah bagi yang kolasenya paling baik, sedangkan pada kelompok kompetitif, sebelumnya diberitahukan bahwa tiga kelompok yang kolasenya paling baik akan mendapat hadiah. Hasilnya ternyata kelompok kooperatif lebih kreatif dalam membuat kolase.

Dari berbagai hasil kajian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa baik metode kooperatif maupun metode kompetitif akan mempunyai pengaruh dalam pengembangan kreativitas, dan dari hasil kajian terhadap berbagai hasil penelitian di temukan adanya kecenderungan bahwa metode kooperatif diduga lebih efektif dalam meningkatkan kreativitas dibanding dengan metode kompetitif. Karena itu penggunaan kedua model pembelajaran tersebut layak dicoba untuk praktekan dalam proses pembelajaran di kelas.


Daftar Pustaka

Chan, D.W. (2005). Family environtment and talent development of Chinese gifted student in Hongkong, Gifted Child Quarterly, 49, 3, 211-221

Chuang, L.M. (2007). The social psychology of creativity and innovation: Process theory perspective, Social Behavior and Personality, 35, 7, 875-887

Coleman, P.T., Deutsch, M., (2000) “Some Guidelines for Developing a Creative Approach to Conflict”, in Coleman &, Deutsch, (eds.) The Hand Book of Conflict Resolution: Theory and Practice, John Willey & Sons, Inc,

Deutsch, M., & Coleman, P.T., (2000) “Cooperation and Competition”, in Coleman &, Deutsch (eds.) The Handbook of Conflict Resolution: Theory and Practice, John Willey & Sons, Inc,

Eysenk, H. (1993). Creativity and personality: a theoretical perspective, Psychological Inquiry, 4, 147-178

Glasser, W.(1986). Control Theory in The Classroom, New York: Harver and Row, Inc

Johnson, D.W., & Johnson, R., (1994), learning Together and Alone: Coopereative, Competitive, and individualistic, Englewood Cliff N.J,: Prentice Hall, inc

Johnson, D.W., Johnson, R., & Holubec, E., (1993) Cooperation in The Classroom, Edina, Minn: Interaction Book Company

Joni, T.R. (1992). Memicu Perbaikan Pendidikan melalui Kurikulum. Basis, No.07-08, 49, 41-48

Joyce, M., & Weil, J. (2000). Models of Teaching, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

King, N. (2007). Developing imagination, creativity, and literacy through collaborative storymaking: a way of knowing, Harvard Educational Review, 77, 2, 204-227

Lanzetta, J.T. & English, B.G. (1991). Expectations of cooperation and competition and their effects of observers vicarious emotional responses, Journal of Personality & Social Psychology, April 56 (4), 543-554

Lie, A. (2004). Cooperative Learning, Memperaktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, Jakarta: Gramedia

Michael, K.Y. (2001). The effect of computer simulation activity versus a hands-on activity on product creativity in technology education, Journal of Technology Education, 13, 1, 31-43

Munandar, S.C.U. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat, Jakarta: Gramedia

Okebukola, P.A., (1995), Impact of Extended Cooperative and Competitive Relationships on the Performance of Student in Science, Human Relations, 39, 7, 673-682

Rhodes, M. (1961). An Analysis of Creativity, in: Isaken (editor), Frontiers of Creativity Research, Beyond The Basic, Buffalo, New York: Bearly, Ltd

Salsedo, J. (2006). Using implicit and explicit theories of creativity to develop a personality measure for assessing creativity, Dissertation, New York: Department of Psychology at Fordham University

Simonton, D. (2003). Scientific creativity as constrained stochastic behavior, The integration of product, person, and process perspective, Psychological Buletin, 129, 475-494

Slavin, R.E. (1997). Educational Psychology: Theory and Practice, Boston: Allyn & Bacon

Sternberg, R. (1992). Cognitive Approach to Intelligence, In B.B Wolman (Eds), Handbook of Intelligence: Theories, Measurement, And Application, New York: John Willey and Sons

Sternberg, R.J., & Lubart, T.I. (1995). Defying The Crowd, Cultivating Creativity in a Cultural of Conformity, New York: A Division of Simon & Schuster Inc

Stevens, R.j., Slavin, R.E., & Farnish, A.M., (1991), The Effect of Cooperative Learning and Direct Instruction in Reading Comprehension Strategies on Main Idea Identification, Journal of Personality & Social Psychology, Mar 83 ( 1), 8-16

Supraptaman, (2001), Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Geografi Melalui Pendekatan Cooperative Learning, Pelangi Pendidikan, 4 (1), 22-24

Tauer, J.M., & Harackiewicz, J.M., (2004), The effect of cooperation and competition on intrinsic motivation and performance, Journal of Personality & Social Psychology, 86 (6) Jun, 849-861

Tjosvold, D., Leung, K., & Johnson, D.W., (2000), “Cooperative and Competitive Conflict in China” in Coleman &, Deutsch (eds.) The Hand Book of Conflict Resolution: Theory and Practice, John Willey & Sons, Inc,

Vidal, R., (2005). Creativity for operational researchers, Investigacao Operacional, 25, 1-24

Wahab, A. (2006). Isu Linguistik, Pengajaran Bahasa dan Sastra, Surabaya: Airlangga University Press

Wati, S. (2005). Penerapan model sinektik dalam meningkatkan kreativitas menulis, Disertasi, Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Tidak ada komentar: